Mata Kuliah : Ilmu Hadis
Dosen Pengampuh : Ibrahim Manda
OLEH:
KELOMPOK II
1.
KAHAR MUZAKKAR
2.
MUH. ILHAM AKBAR
3.
MUH. NAUFAL WANHAR
4.
AFRIDAH
5.
IRDAWATI
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
T.A
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
rahmat dan hidayahnya semoga kita semua dalam keadaan sehat walafiat tak kurang
suatu apa dan sukses dalam aktifitas sehari harinya, amin.
Makalah ini dapat tersusun untuk memenuhi materi kuliah
dan tugas mata kuliah Studi Al-Hadist yang di berikan oleh IBRAHIM MANDA
Tersusunya makalah ini, bagi penulis
merupakan suatu kepuasan tersendiri, karena dengan tersusunya makalah ini
penulis menjadi giat membaca dan belajar sekuat tenaga maupun fikiran untuk
mencapai pemahaman yang lebih dalam, khususnya dalam memahami persoalan Hadist
yang saat ini begitu banyaknya hadist dhoif yang berkembang di tengah tengah
Masyarakat kita. Dengan memahami kriteria hadist melalui berbagai sumber maka
diharapkan kita khususnya penulis dapat mengambil hikmah dan menjalankan amalan
amalan yang benar benar hadist Nabi Muhammad SAW.
Penulis menyadari bahwa uraian makalah
ini masih jauh dari harapan dan penulis berharap adanya koreksi dan penilaian
dari Bapak IBARAHIM
MANDA, selaku Dosen dan berharap mendapatkan nilai yang terbaik, amin.
Samata, 25
September 2016
Penyusun,
Kelompok II
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I.
PENDAHULUAN................................................................................................. 4
A.
Latar Belakang Masalah.................................................................................................. 4
B.
Rumusan Masalah............................................................................................................ 4
BAB II.
PEMBAHASAN MATERI................................................................................. 5
A.
KEDUDUKAN HADIS................................................................................................. 5
1.
Hadis Sumber Hukum Agama Islam.......................................................................... 5
2.
Dalail Dalil Kehujjahan Hadis.................................................................................... 6
B.
INGKAR SUNNAH...................................................................................................... 12
1.
Pengertian Ingkar Sunnah.......................................................................................... 12
2.
Sejarah Ingkar Sunnah............................................................................................... 14
3.
Pokok Pokok Ajaran Ingkar Sunnah......................................................................... 15
4.
Alasan Pengingkaran Sunnah.................................................................................... 16
BAB III. PENUTUP.......................................................................................................... 19
A. KESIMPULAN.............................................................................................................. 19
B. SARAN.......................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hadist Nabi Muhammad SAW adalah
merupakan panduan dalam beribadah bagi umat Islam dimuka bumi, sebagai perbuatan
Nabi besar Muhammad, SAW pada masa hidupnya yang saat ini harus kita contoh
dalam melakukan ibadah sehari hari dengan Al qur’an sebagai wahyu Allah SWT.
Ketika umat bertanya dan dalam perbedaan
pendapat, maka Rasulullah meninggalkan dua wasiat, yaitu Al qurán dan al
hadist, maka begitu pentingnya dasar hukum itu menjadi pedoman, dan sejauhmana
kita memahaminya, menjadi tolak ukur pula sejauh mana kita mencapai
ketinggiannya. Alqur’an s. ali imron ayat 32, yang artinya Katakanlah:
"Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Dan Allah berfirman pada Q.s.4 ayat 14
yang Artinya; “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan
melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”.
Maka dengan dibuatnya makalah ini yang
berjudul “KEDUDUKAN HADIS DAN INGKAR SUNNAH“ maka akan menambah khasanah untuk
beribadah dan mencintai rasulnya, amin.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Mengatahui
hadist sumber hukum islam.
2.
Mengatahui dalai
dalil kehujjahan hadist.
3.
Menguraikan
pengertian ingkar sunnah.
4.
Mengatahui
sejarah ingkar sunnah.
5.
Mengtahui pokok
pokok ajaran ingkar sunnah.
6.
Menguraikan
alasan pengingkaran sunnah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KEDUDUKAN HADIS
Hadits menurut bahasa (etimologi) adalah
perkataan atau ucapan Hadits menurut syar’i adalah segala sesuatu yang berasal
dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan
(takrir). Hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-quran yang kurang
jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Al-quran.
Hadits atau Sunnah dibagi menjadi
tiga macam, yaitu:
1.
Sunnah Qauliyah,
yaitu semua perkataan Rasulullah yang ada hubungannya dengan pembinaan hukum
Islam.
2.
Sunnah Fi’liyah,
yaitu semua perbuatan Rasulullah yang diberitakan para sahabat mengenai
soal-soal ibadah dan lain.
3.
Sunah Taqriryah,
yaitu segala hadis yang berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW terhadap apa yang
datang dari Sahabatnya.Nabi SAW membiarkan sesuatu perbuatan yang dilakukan
oleh para sahabat,setelah memenuhi beberapa syarat,baik mengenai pelakunya
maupun perbuatanya.
Ulama Usul Fikih menetapkan perbuatan
Nabi terbagi atas beberapa bagian :
1.
Jibilli
(tabi’at) yaitu semua perbuatan Nabi yang termasuk urusan tabi’at seperti
makan, minum dan lain-lain. Maka hukumnya mubah baik untuk perorangan maupun
umatnya.
2.
Qurb
(pendekatan) seperti ibadah shalat, puasa, shadaqah atau yang seumpamanya.
3.
Mu’amalah
(hubungan dengan sesama manusia) seperti jual beli, perkawinan dan lain-lain.
Rasulullah SAW adalah orang yang setiap
perkataan dan perbuatannya menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau
ma’shum (senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT). Dengan demikian pada
hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari Allah. Kalau Al
Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi maupun
redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari
Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada
ummat dengan cara beliau sendiri.
.......وانزلنا اليك الذكر لتبين للناس ما نزل
اليهم.........(النحل
“kami telah menurunan peringatan (Al-Qur’an) kepada
engkau (Muhammad) supaya kamu menerangkan kepada segenap manusia tentang
apa-apa yang diturunkan kepada mereka (QS. An-Nahl 44).
..ما اتكم الرسول فخذوه وما نهكم عنه فانتهوا........(الحشر
“apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu,
hendaklah kamu ambil dan apa yang dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan”
(QS. Al-Hasyr 7)
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa
sunnah/ hadits merupakan penjelasan Al-Qur’an. Sunnah itu diperintahkan oleh
Allah untuk dijadikan sumber hukum dalam Islam. Dengan demikian, sunnah adalah
menjelaskan Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya dan mentakwilkan kesamarannya. Allah
menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum dapat dikategorikan beriman kepada
Allah sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan oleh Rasulullah SAW dan
dengan putusannya itu mereka merasa senang.
1.
Sumber Hukum Islam.
a.
Dalil Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan
tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang datng daripada
Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya adalah;
Firman Allah Swt dalam surah Ali Imran ayat 179 yang
berbunyi;
Artinya:
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia
menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min). Dan Allah sekali-kali
tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah
memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu
berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa,
maka bagimu pahala yang besar.” (QS:Ali Imran:179)
Dalam Surat An-Nisa ayat 136 Allah Swt
berfirman:
Artinya;
“Wahai orang-orang yang beriman,
tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah
turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya.”(QS:An-Nisa:136).
Dalam kedua ayat di atas telah jelas
bahwa kita sebagai umat Islam harus beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Nabi
Muhammad Saw), Al-Qur’ann, dan kitab yang diturunkan sebelumya. Dan pada akhir
ayat Allah mengancam kepada siapa saja yang mengingkari seruannya.
Selain Allah Swt memerintahkan kepada
umat Islam agar percaya kepada Rasulullah Saw. Allah juga memerintahkan agar
mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang dibawanya. Tuntutan taat
kepada Rasul itu sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh kepada perintah
Allah Swt. Banyak ayat Al-Qur’an yang mnyerukan seruan ini.
Perhatikan firman Allahh Swt. Dalam surat Ali-Imran
ayat 32 dibawah ini:
Artinya:
“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan
Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir”. (QS:Ali Imran : 32).
Dalam surat An-Nisa ayat 59 Allah Swt juga
berfirman:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah
Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”(QS:An-Nisa : 59).
Juga dalam Surat An-Nur ayat 54 yang berbunyi:
Artinya:
“Katakanlah: “Ta’at kepada Allah dan
ta’atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban
rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian
adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya,
niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”.(An-Nur:54).[5]
Masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis
menjelaskan tentang permasalahan ini. Dari beberapa ayat di atas telah jelas
bahwa perintah mentaati Allah selalu dibarengi dengan perintah taat terhadap
Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka kepada Allah dan juga
kepadaRasulnya.
Dari sinilah jelas bahwa ungkapan
kewajiban taat kepada Rasulullah Saw dan larangan mendurhakainya, merupakan
suatu kesepakatan yang tidak dipersilihkan umat Islam.
b.
Dalil Hadist
Dalam salah satu upesan yang disampaikan baginda
Rasul berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidup
disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah sabdanya:
تركت فيكم أمرين لن تضلوا أبداما إن
تمسكتم بهما كتاب الله وسنة رسوله (رواه الحاكم)
Artinya;
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan
kalian tidak akan tersesat selam-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada
keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Hakim)
Hadits di atas telah jelas menyebutkan
bahwa hadits merupakan pegangan hidup setelah Al-Qur’an dalam menyelesaikan
permasalahan dan segalah hal yang berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam
menentukan hukum.
c.
Ijma’
(Kesepakatan Para Ulama)
Umat Islam telah sepakat menjadikan
hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Kesepakatan umat muslimin
dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung
di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman Rasulullah, sepeninggal beliau,
masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang
mengingkarinya. Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan
hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah ini;
1.
Ketika Abu Bakar
dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya tidak meninggalkan
sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut
tersesat bila meninggalkan perintahnya.
2.
Saat Umar berada
di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.”
3.
Pernah
ditanyakan kepad Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam
Al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab, “Allah Swt telah mengutus Nabi Muhammad Saw
kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat
sebagaimana kami melihat Rasulullah berbuat.”
Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan
bahwa yang diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah Saw, selalu
diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh umatnya.
d.
Ijtihat (Seseuai
Dengan Petunjuk Akal)
Kerasulan Muhammad Saw, telah diakui dan
dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau
menyampaikan apa yang datang dari Allah Swt, baik isi maupun formulasinya dan
kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu dari Tuhan. Namun juga
tidak jarang beliau menawarkan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah
yang tidak dibimbing oleh wahyu. Hasil ijtihad ini tetap berlaku hingga
akhirnya ada nash yang menasakhnya.
Dari uraian di atas dapat diketahui
bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum dan sumber ajaran Islam yang
menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Sedangkan bila dilihat dari segi
kehujjahannya, hadits melahirkan hukum dzonni, kecuali hadits mutawatir.
2.
Dalai dalil kehujjahan hadist.
Yang dimaksud dengan kehujahan Hadits (hujjiyah hadits)
adalah keadaan Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil
al-syar’i), sama dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang
menunjukkannya. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Ushul Al-Fiqh
Al-Islami, orang yang pertama kali berpegang dengan dalil-dalil ini diluar
‘ijma adalah Imam Asy-Syafi’I (w. 204 H) dalam kitabnya Ar-Risalah dan Al-Umm.
Menurut ulama ushul fiqh hadis adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada nabi muhammad baik ucapan,perbuatan,maupun ketetapan yang
dapat dijadikan dalil hukum shara’. Oleh karena itu produk hadis ditempatkan
sebagai sumber hukum islam setelah al-quran. Dalil yang menjelaskan terdapat
dalam QS.al-Nisa:80
Persoalan yang kemudian muncul,apakah semua
perkataan,perbuatan dan ketetapan Nabi merupakan sumber atau syariah atau
bukan.Abd al-Muni’im al-Namr membagi hadist menjadi dua yaitu hadis
syariah(hadis yang secara hukum wajib diikuti oleh kaum muslimin) dan hadis non
syariah(hadis yang secara hukum tidak mengikat untuk di ikuti oleh kaum
muslimin).
Adapun yang termasuk dalam kategori hadis syariah yaitu:
1. Hadist yang timbul dari nabi dalam posisi dan kedudukannya sebagai
al-tabligh yang harus mengkomunikasikan atau menyampaikan risalah islam kepada umat.
2.
Hadist-hadis
yang timbul dari nabi dalam kedudukanya sebagai pemimpin kaum muslimin seperti mengutus tentara, pengelola harta negara, mengangkat
hakim dan sebagainya.
3. Hadist yang timbul dari nabi dalam kedudukannya sebagai hakim, yaitu ketika nabi menghukum dan menyelesaikan persengketaan
yang terjadi di kalangan umatnya.
Adapun yang termasuk dalam kategori
Non hadist syariah yaitu :
1. Hadist yang berkenaan dengan kebutuhan setiap manusia pada umumnya seperti makan, minum,tidur dan sebagainya.
2.
Hadist yang yang berkenaan dengan pergaulan dan kebiasaan individu dan masyarakat seperti bercocok tanam, pengobatan,
model pakaian dan sebagainya.
3.
Hadist
yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat dalam aspek-aspek tertentu, seperti menyebarkan pasukan ke pos-pos tertentu dalam peperangan,
mengatur barisan dan sebagainya.
Islam
menempatkan hadist setingkat dibawah Al-Qur’an, artinya hadist adalah dasar Tasyri’
(penetapan hukum) sesudah Al-Qur’an yang dikuatkan oleh beberapa dalil.
a.
Dasar Keimanan
Orang yang beriman
kepada Allah haruslah beriman kepada ke-Rosulan Muhammad SAW dengan menerima
apa yang dia bawa.
Dalam QS.Al-An’am :124 Allah berfirman,
Dan untuk
meyakinkan bahwa yang disampaikan Rosulullah berasal dari Allah, ditegaskan
kembali QS.An-Nahl : 35,
Setelah tertanam dalam hati tentang kewajban percaya
kepada Rosul, dengan jelas Allah memerintahkan agar kita mengikuti apa yang
dibawa oleh beliau. Seperti dalam QS.Al-A’raf: 158,
1. Dasar
Al-Qur’an
Kembali kepada Allah nerarti kembali kepada Al-Qur’an dan
kembali kepada Rosul-Nya. Ada dua buah ayat mengenai hal iniyakni QS.Al-Hasr: 7,
QS.An-Nisa’ :65,
2.
Dasar Hadist
Banyak hadist yang
menunjukkan kita harus mengikuti apa yang didatangkan Rosulullah:
a. Hadist yang diriwayatkan
oleh Imam Malik :
“Aku tinggalkan kepadamu dua
hal yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak akan
tersesat yaitu Kitabullah dan Sunatullah”
b. Hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abi Daud, Ibnu
Majah, Tirmizi:
“Wajib atas kamu mengikuti sunahku dan sunnah khulafa
urrasyidin yang mendapat petunjuk.
Berpeganglah pada sunnah itu dan gigitlah dengan taringmu ( peganglah kuat-kuat
).”
c. Hadist yang diriwayatkn oleh Abu Daud :
“Ketahuilah bahwa aku diberi kitab dan ada yang serupa
dengan Al-Qur’an.”
3.
Dasar Ijma’
Semua umat Islam
sepakat untuk mengamalkan Sunah Nabi. Diriwayatkan bahwa Umar bin Khatab pernah
berjongkok di depan Hajar Aswad seraya berkata :“ Sungguh aku tahu bahwa
engkau (hajar aswad) hanyalah sebuah batu, seandainya aku tidak melihat
kekasihku (Rasulullah) menciummu dan mensalamimu pasti aku tidak akan
mensalamimu dan menciummu.”
Pernah
suatu ketika Ibnu Umar ditanya, sebagai mana yang diriwayatkan oleh Musnad
Ahmad, kenapa tidak ditemukan tentang ketentuan sholat bagi musyafir dalam
Qur’an, lalu beliau menjawab,”Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad kepada
kitayang sebelumnyakita tak tahu apa-apa. Kita melakukan perbuatan sebagaimana
beliau lakukan.”Dalam riwayat lain Ibnu Umar menambahkan,”Kita
sebelumnya dalam kesesatan kemudian Allah memberikan petunjuk kepada kita maka
dengan petunjuk itulah ita berpegang.”
Perkataan
Imam Syafi’i yang diungkap oleh As-Sya’roni dalam muqodimah Al-Mizanul Kubro,
semuanya memberi pengertian bahwasegala pendapat Ulama harus kita tinggalkan
jika berlawanan dengan suatu hadist yang shohih. Dan kita harus sadar, walaupun
Al-qur’an dan Hadist semuanya berasal dari Allah tapi kedudukan keduanya
berbeda.
Kedudukan Al-Qur’an sebagai dasar
Tasyri’ yang pertama dan Hadist sebagai dasar Tasyri’ yang kedua sesudahnya
dengan alasan :
No
|
Al-Qur’an
|
Hadist
|
1
1
|
Kitabullah, lafazd dan maknanya berasal dari Allah SWT
|
Walaupun ia juga merupakan wahyu, tetapi perwujudannya
oleh Nabi sendiri (manusia)
|
22
|
Sebagai hukum dasar
|
Sebagai pelaksanaannya, menerangkan atau mendatangakan
apa yang belum didatangkan Al-Qur’an
|
33
|
Diterima dengan jalan Qoth’i, artinya yang
diterima memang benar demikian
|
Diterima dengan jalan Dzonni(sangkaan), keyakinan
kita kepada hadist hanya secara global
|
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmizi bahwa ketika
Nabi mengutus Mu’adz bin Jaba’ untuk menjadi hakim di Yaman beliau bertanya,” dengan
apa engkau akan menetapkan hukum?”Muadz menjawab,” Kitabullah”beliau
berrtanya lagi,”Jika tak kau dapati?”Mu’adz menjawab,”Sunah
Rosulullah”, beliau bertanya lagi,”Kalau disana pun tidak kau dapati?”Mu’adz
menjawab,” Aku akan berijtihad dengan akalku.
B.
INGKAR SUNNAH
1.
Pengertian Ingkar Sunnah
Kata “Ingkar Sunnah”
terdiri dari dua kata yaitu “Ingkar” dan “Sunnah”. Kata “Ingkar” berasal dari
akar kata bahasa Arab إِنْكَرَا يُنْكِرُ
إِنْكَرَ yang
mempunyai arti diantaranya :”Tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan
dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui
sesuatu. Misalnya Firman Allah :
فَدَخَلُوا عَلَيْهِ
فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ
Artinya:
“Lalu mereka (saudara saudara Yusuf) masuk ke (tempat) nya.
Maka Yusuf mengenal mereka, sedang
mereka tidak kenal (lagi) kepadanya kepadanya. (QS.Yusuf (12) :58)
يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ
الْكَافِرُونَ
Artinya:
“Mereka
mengetahui nikmat Allah, kemudian mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah
orang orang yang kafir. (QS.An-Nahl (16) :83).
Al
Askari membedakan antara makna An Inkar dan Al Juhdu. Kata Al Inkar terhadap
sesuatu yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan, sedang Al Juhdu
terhadap sesuatu yang nampak dan disertai dengan pengetahuan. Dengan demikian
bisa jadi orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah dikalangan orang yang
tidak banyak pengetahuannya tentang ulum hadits. Dari beberapa kata”Ingkar” di
atas dapat disimpulkan bahwa Ingkar secara etimologis diartikan menolak, tidak
mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir dan batin atau lisan dan hati
yang dilatar belakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau faktor lain.
Orang
yang menolak sunnah sebagai hujjah dalam beragama oleh umumnya ahli hadits
disebut ahli bid’ah. Mereka itu, kaum Khawarij, Mu’tazilah dan lain lain karena
mereka itu umumnya menolak sunnah.
Ada
beberapa definisi Ingkar Sunnah yanng sifatnya masih sangat sederhana
pembatasannya diantaranya sebagai berikut :
a. Paham
yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai
sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al Qur’an.
b. Suatu
paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum
Islam dari Sunnah shahih baik sunnah praktis atau yang secara formal
dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir atau ahad atau
sebagian saja, tanpa ada alasan yang diterima.
Dari
definisi diatas dapat dipahami bahwa Ingkar Sunnah adalah paham atau pendapat
perorangan atau kelompok bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini
dapat menerima sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta
sejarah, budaya, tradisi dan lain lain. Paham Ingkar Sunnah bisa jadi menolak
keseluruhan sunnah baik sunnah mutawatir dan ahad atau menolak yang ahad saja
atau sebagian saja. Demikian juga penolakan sunnah tidak didasari alasan yang
kuat, jika dengan alasan yang dapat diterima oleh akal sehat, seperti seorang
mujtahid yang menemukan dalil yang lebih kuat daripada hadits yang ia dapatkan,
atau hadits itu tidak sampai kepadanya, atau karena kedhaifannya atau karena
tujuan syar’i yang lain maka tidak digolongkan Ingkar Sunnah.
2.
Sejarah
Ingkar Sunnah
Sejarah
Ingkar Sunnah terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
a. Ingkar
Sunnah Klasik
Ingkar Sunnah Klasik terjadi pada masa
Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) yang menolak kehujjahan sunnah dan menolak sunnah
sebagi sumber hukum Islam baik mutawatir atau ahad. Imam Asy-Syafi’i yang
dikenal sebagai Nashir As Sunnah (pembela sunnah) pernah didatangi oleh orang yang disebut
sebagai ahli tentang mazhab teman temannya yang menolak seluruh sunnah. Ia
datang untuk berdiskusi dan berdebat dengan Asy-Syafi’i secara panjang lebar
dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan. Namun, semua argumentasi yang
dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis oleh Asy-Syafi’i dengan jawaban yang
argumentatif, ilmiah, dan rasional sehingga akhirnya ia mengakui dan menerima
sunnah Nabi.
Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada
kelompok pengingkar Sunnah yang berhadapan dengan Asy-Syafi’i yaitu :
1.
Menolak sunnah secara keseluruhan,
golongan ini hanya mengakui Al Qur’an saja yang dapat dijadikan hujjah.
2.
Tidak menerima sunnah kecuali yang
semakna dengan Al Qur’an.
Kesimpulannya
Ingkar Sunnah klasik diawali akibat konflik internal umat Islam yang dikobarkan
oleh sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte sekte dalam Islam, kemudian
di ikuti oleh para pendukungnya dengan cara saling mencaci para sahabat dan
melemparkan hadits palsu. Penolakan sunnah secara keseluruhan bukan
karakteristik umat Islam. Semua umat Islam menerima kehujjahan sunnah. Namun,
mereka berbeda dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah.(Majid,
Abdul Khon.2009.hal 27-40).
b. Ingar
Sunnah Modern
Al Mawdudi
yang dikutip oleh Khadim Husein Ilahi Najasy seorang Guru Besar Fakultas
Tarbiyah Jamiah Ummi Al Qura Thaif, demikian juga dikutip beberapa ahli Hadits
juga mengatakan bahwa Ingkar Sunnah lahir kembali di India, setelah
kelahirannya pertama di Irak masa klasik. Tokoh tokohnya ialah Sayyid Ahmad
Khan (w.1897 M), Ciragh Ali (w.1898 M), Maulevi Abdullah Jakralevi (w.1918 M),
Ahmad Ad-Din Amratserri (w.1933M), Aslam Cirachburri (w.1955M), Ghulam Ahmad
Parwez dan Abdul Khaliq Malwadah, Sayyid Ahmad Khan sebagai penggagas sedang
Ciragh Ali dan lainnya sebagai pelanjut ide ide Abu Al Hudzail pemikiran Ingkar
Sunnah tersebut.
Sebab utama pada awal timbulnya Ingkar Sunnah
modern ini ialah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal
abad 19 M di dunia Islam.
3.
Pokok
Ajaran Ingkar Sunnah
Di antara ajaran-ajaran pokoknya
adalah sebagai berikut:
a.
Tidak
percaya kepada semua hadis Rasulullah. Menurut mereka hadis itu karangan Yahudi
untuk menghancurkan Islam dari dalam.
- Dasar
hukum Islam hanya Alquran saja.
- Syahadat
mereka; Isyhadu bi anna muslimin.
- Shalat
mereka bermacam-macam, ada yang shalatnya dua rakaat – dua rakaat dan ada
hanya elling saja (ingat).
- Puasa
wajib hanya bagi orang yang melihat bulan saja, kalu seorang saja yang
melihat bulan, maka dialah yang wajib berpuasa.
- Haji
boleh dilakukan selama 4 bulan haram yaitu Muharram Rajab, Zulqai’dah, dan
Zulhijjah.
- Pakaian
ihram adalah pakaian Arab dan membuat repot. Oleh karena itu, waktu
mengerjakan haji boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta memakai
jas/dasi.
- Rasul
tetap diutus sampai hari kiamat.
- Nabi
Muhammad tidal berhak menjelaskan tentang ajaran Alquran (kandungan isi
Alquran).
- Orang
yang meninggal dunia tidak dishalati karena tidak ada perintah Alquran.
Demikian di antara ajaran pokok ingkar sunnah yang intinya
menolak ajaran sunnah yang dibawa Rasulullah dan hanya menerima Alquran saja
secara terpotong-potong.
4.
Alasan
Pengingkaran Sunnah
Terdapat
dua hal yang menjadi argumen besar para pengingkar sunnah sebagai alasan dan
landasan yang digunakan. Argumen-argumen Naqli dan argumen-argumen non-naqli.
(Ismail, Syuhudi. Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya.1995.
Jakarta: Gema Insani Press.)
a. Argumen-Argumen Naqli
Yang dimaksud dengan
argumen-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat Al-Qur’an saja, tetapi juga
berupa sunnah atau hadits Nabi.
-
Al-Qur’an
Surat An-Nahl ayat 89
...وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ
الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى
لِلْمُسْلِمِينَ
Artinya:
... Dan Kami turunkan Kitab (Al
Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.
-
Al
Qur’an Surat Al An’am ayat 38
-
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ.....
Artinya:
... Tiadalah Kami
alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab
Menurut para pengingkar sunnah kedua ayat tersebut
menunjukkan bahwa Al Qur’an telah
mencangkup segala sesuatu berkenaan dengan agama. Menurut mereka salat lima
waktu sehari semalam yang wajib didirikan dan yang sehubungan dengannya,
dasarnya bukanlah sunnah atau hadits, melainkan ayat ayat Al Qur’an, misalnya
QS.Al Baqarah : 238, Al Hud:144, Al Isra:78 dan 110,Taha:130,Al Hajj:7, An
Nur:58, Ar Rum 17-18. (ibid.)
Dalam kaitannya dengan tata cara shalat Kassim
Ahmad pengingkar Sunnah dari Malaysia menyatakan dalam bahasa Malaysia :
“Kita telah membuktikan bahwa perintah sembahyang
telah diberi oleh Tuhan kepada Nabi Ibrahim dan kaumnya dan amalan ini telah
diperuntukkan generasi demi generasi, hingga Muhammad dan umatnya.....(Kassim
Ahmad), h. 104.
-
QS.
Al Fathir :31
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا
إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ هُوَ الْحَقُّ
Artinya:
“Dan apa yang telah
Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur'an) itulah yang benar”.
b.
Argumen Non-Naqli
1.
Al
Qur’an diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad (melalui Malaikat Jibril)
dalam bahasa Arab. Orang orang yang memiliki pengetahuan bahasa Arab mampu
memahami Al Qur’an secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits Nabi.
Dengan demikian hadits Nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk Al Qur’an.
(al-Syafi’i. juz VII, h. 250)
2.
Dalam
sejarah umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena umat
Islam terpecah pecah. Perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada
hadits Nabi. Jadi menurut para pengingkar sunnah, haditsNabi merupakan sumber
kemunduran umat Islam; Agar umat Islam maju, maka umat Islam harus meninggalkan
hadits Nabi.
3.
Asal
mula hadits Nabi yang terhimpun dalam kitab kitab hadits adalah dongeng dongeng
semata. Dinyatakan demikian, karena hadits Nabi lahir setelah lama Nabi wafat.
Dalam sejarah, sebagian hadits baru muncul pada zaman tabi’in dan atba’ al
tabi’in (dibaca atba’ut-tabi’in), yakni sekitar empat puluh atau lima puluh
tahun sesudah Nabi wafat. Kitab kitab hadits yang terkenal, misalnya Shahih
al-Bukhari dan Shahih Muslim, adalah kitab kitab yang menghimpun berbagai
hadits palsu. Disamping itu, banyak matan hadits yang termuat dalam berbagai
kitab hadits, isinya bertentangan dengan Al Qur’an ataupun logika. (Ibid)
4.
Menurut
dokter Taufiq Sidqi, tiada satupun hadits Nabi yang dicatat pada zaman Nabi.
Pencatatan hadits terjadi setelah Nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya
hadits itu, manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits sebagai
mana yang telah terjadi.
5.
Menurut
pengingkar sunnah, kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah
untuk menentukan keshahihan hadits dengan alasan sebagai berikut :
-
Dasar
kritik sanad itu, yang dalam ilmu hadits dikenal dengan istilah ‘Ilm al-Jarh wa
al-Ta’dil (ilmu yang membahas ketercelaan dan keterpujian pada periwayat
hadits), baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat. Dengan demikian,
para periwayat generasi sahabat Nabi, al-tabi’in, dan atba’ al- tabi’in tidak
dapat ditemui dan diperiksa lagi.
-
Seluruh
sahabat Nabi sebagai periwayat hadits pada generasi pertama dinilai adil oleh
ulama hadits pada akhir abad ketiga dan awal abad ke empat Hijriah. Dengan
konsep ta’dil al-shahabah, para sahabat Nabi dinilai terlepas dari kesalahan
dalam melaporkan hadits.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ingkar Sunnah adalah paham atau
pendapat perorangan atau kelompok bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan
paham ini dapat menerima sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya
sebagai fakta sejarah, budaya, tradisi dan lain lain.
Namun perlu ditekankan bahwa adanya Inkar Sunnah
setidaknya mengharuskan dilakukannya
suatu pembelajaran kembali yang lebih matang mengenai tafsir Qur’an yang benar
dan adanya peninjauan kembali untuk menghadirkan analisa-analisa terhadap
kebenaran-kebenaran penyampaian hadits/sunnah yang tidak menekankan keterbukaan
pemikiran yang sebenarnya dapat membantu kehidupan. Sehingga hidup yang
dilandaskan pada Al-Qur’an dapat benar-benar terrealisasikan tanpa adanya
kekakuan pemikiran yang tidak terbuka terhadap pemahaman Al-Qur’an itu sendiri,
sebab di dalam Al-Qur’an juga terdapat beberapa ayat yang memerlukan penjelasan
dari penerima wahyu itu sendiri.
B. SARAN
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat
kesalahan yang sifatnya tersilap dari yang telah ditetapkan atau seharusnya.
Apalagi dalam Tugas menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis (Kelompok II) harapkan
dari pembaca, khususnya kepada Mata Kuliah ILMU HADIS Yakni Bapak IBRAHIM MANDA
mohon kritik dan sarannya guna perbaikkan penyusunan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs